1.
Dimensi-dimensi perkembangan
anak—fisik, sosial, emosi, kognitif, dan spiritual—berhubungan erat satu sama
lain. Perubahan dalam satu dimensi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi
lain. Perkembangan dalam satu dimensi dapat membatasi atau memfasilitasi
perkembangan pada dimensi-dimensi lainnya (Sroufe, Cooper, & DeHart
1992; Kostelnik, Soderman, & Whiren 1993).
2.
Perkembangan anak berlangsung dalam
sebuah tahapan yang relatif teratur di mana kemampuan-kemampuan,
keterampilan-keterampilan, dan
pengetahuan-pengetahuan lanjut anak terbangun atas kemampuan-kemampuan,
keterampilan-keterampilan, dan pengetahuan-pengetahuan anak sebelumnya.
3.
Perolehan perkembangan bervariasi untuk
setiap anak, termasuk untuk keberfungsian semua dimensi perkembangan dalam diri
anak. Keragaman individual paling tidak dalam dua makna : keragaman dari rata-rata/normatif
arah perkembangan dan keunikan setiap anak sebagai individu (Sroufe,
Cooper, & DeHart 1992).
Setiap
anak adalah seorang pribadi unik dengan pola dan waktu pertumbuhan bersifat
individual, sebagaimana halnya untuk kepribadian, temperamen, gaya belajar,
latar belakang dan pengalaman keluarga. Semua anak memiliki kelebihan,
kebutuhan-kebutuhan, dan minat-minat masing-masing; sejumlah mungkin memiliki
kebutuhan belajar dan perkembangan yang khusus. Pemahaman tentang keragaman
yang luas bahkan pada anak-anak usia kronologis (usia yang dihitung sejak anak
lahir) yang sama, hendaknya mengantarkan kita pada kesadaran bahwa usia anak
hanyalah sebuah gambaran kasar untuk kemasakan perkembangan anak.
4.
Pengalaman-pengalaman awal memberikan
pengaruh yang bersifat kumulatif maupun tertunda terhadap perkembangan anak;
ada periode-periode optimal untuk jenis-jenis perkembangan dan belajar
tertentu. Pengalaman-pengalaman awal anak, baik positif atau negatif, bersifat
kumulatif dalam arti bahwa jika sebuah pengalaman frekuensi kejadiannya
jarang, maka hal tersebut juga memiliki pengaruh minimal. Jika pengalaman-pengalaman
positif atau negatif sering terjadi, mereka memberikan dampak yang sangat kuat,
lama, dan bahkan memiliki dampak seperti bola salju (Katz & Chard
1989; Kostelnik, Soderman, & Whiren 1993; Wieder & Greenspan 1993).
5.
Perkembangan berjalan dalam arah yang dapat
diprediksikan menuju sebuah kondisi yang lebih kompleks, lebih terorganisasi,
dan lebih terinternalisasi. Belajar selama periode anak usia dini berlangsung
dari pengetahuan yang berbentuk perilaku menuju pengetahuan yang berbentuk
simbolik (Bruner 1983).
6.
Perkembangan dan belajar terjadi dalam
dan dipengaruhi oleh kontek social cultural yang majemuk. Bronfenbrenner
(1979, 1989, 1993) menyediakan sebuah model ekologis untuk memahami
perkembangan manusia. Bronfenbrenner menjelaskan bahwa perkembangan anak paling
baik dipahami dalam kontek keluarga, setting pendidikan, komunitas, dan
masyarakat yang lebih luas. Kontek-kontek yang beragam ini berhubungan
satu sama lain dan semuanya memiliki pengaruh terhadap anak yang sedang
berkembang. Sebagai contoh, bahkan seorang anak diasuh dalam keluarga yang
mencintai dan mendukungnya, komunitas yang sehat dipengaruhi oleh bias-bias
masyarakat yang lebih luas, seperti rasisme atau seksisme, dan kemungkinan
memperlihatkan pengaruh negatif dari stereotif negative dan diskriminasi.
7.
Anak-anak adalah pembelajar aktif,
mengalami langsung pengalaman fisik dan sosial sebagaimana halnya pengetahuan
yang ditransmisikan secara kultural untuk menyusun pemahaman-pemahaman mereka
sendiri tentang dunia yang ada di sekitar mereka. Anak-anak memiliki kontribusi
terhadap perkembangan dan belajar mereka sendiri sebagaimana halnya mereka
berusaha untuk menanggapi pengalaman-pengalaman harian mereka di rumah, program
usia dini dan komunitas. Prinsip-prinsip dari praktek yang sesuai dengan tahapan
perkembangan didasarkan pada teori-teori dominan yang memandang bahwa
perkembangan intelektual dari sebuah perspektif
konstruktivis-interaktif (Dewey 1916; Piaget 1952; Vygotsky 1978; DeVries
& Kohlberg 1990; Rogoff
8.
Perkembangan dan belajar merupakan
hasil interaksi antara maturasi biologis dan lingkungan, baik fisik maupun
sosial, di mana anak-anak tinggal di dalamnya. Prinsip ini menunjukkan bahwa
manusia merupakan produk hereditas (biologis) dan lingkungan dan kedua kekuatan
ini berhubungan satu sama lain.
9.
Bermain merupakan sebuah instrumen
penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak-anak, juga
sebagai sebuah refleksi atas perkembangan mereka. Memahami bahwa anak adalah
konstruktor-konstruktor aktif atas pengetahuan yang dimiliki dan bahwa
perkembangan dan belajar sebagai hasil proses interaktif, para guru anak usia
dini mengakui bahwa bermain bagi anak merupakan sebuh kontek yang sangat
mendukung untuk proses-proses perkembangan tersebut (Piaget 1952;
Fein 1981; Bergen 1988; Smilansky & Shefatya 1990; Fromberg 1992; Berk
& Winsler 1995).
Bermain
memberi anak-anak kesempatan-kesempatan untuk memahami dunia, berinteraksi
dengan orang lain dalam cara-cara yang secara sosial diterima, mengekspresikan
dan mengontrol emosi-emosi, dan mengembangkan kapabilitas-kapabilitas simbolik
mereka. Permainan anak memberi orang-orang dewasa pencerahan-pencerahan atas
perkembangan anak-anak dan kesempatan-kesempatan untuk
mendukung pengembangan strategi-strategi baru. Vygotsky (1978) meyakini
bahwa bermain mengarahkan perkembangan, sebagai contoh, permainan simbolik
dapat mempromosikan perkembangan abilitas-abilitas representasi simbolik.
10.
Perkembangan tingkat lanjut dicapai
ketika anak-anak memiliki kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan
yang baru dikuasai, sebagaimana juga mereka mengalami sebuah tantangan dalam
level di atas penguasaan mereka sekarang ini. Penelitian-penelitian
mendemonstrasikan bahwa anak-anak perlu untuk mampu menegosiasikan sebagian
besar tugas-tugas belajar dengan sukses untuk memelihara motivasi dan keteguhan
mereka (Lary 1990; Brophy 1992). Dihadapkan pada kegagalan yang
berulang, kebanyakan anak-anak berhenti untuk mencoba. Implikasinya adalah
bahwa pada sebagian besar waktu para guru seharusnya menyediakan anak-anak dengan
tugas-tugas yang dengan usaha-usahanya mereka dapat menyelesaikan dan
mempresentasikannya sesuai dengan tingkat pemahaman mereka.
11.
Anak-anak menunjukkan cara-cara yang
berbeda dalam mengetahui dan belajar, dan cara-cara yang berbeda dalam
merepresentasikan apa yang mereka ketahui. Pada kurun waktu tertentu, para
teoritisi belajar dan ahli psikologi perkembangan telah mengakui bahwa manusia
terlahir untuk memahami dunia dalam cara-cara yang beragam dan bahwa setiap
individu cenderung memiliki preferensi atau model belajar
tertentu. Studi-studi perbedaan dalam modalitas belajar telah menemukan
hal yang kontras antara pembelajar visual, auditori, atau taktil. Sementara
karya yang lain telah mengidentifikasi jenis pembelajar mandiri atau dependen
(Witkin 1962).
12.
Anak-anak berkembang dan belajar dengan
sangat baik dalam kontek sebuah komunitas di mana mereka aman dan dihargai,
kebutuhan-kebutuhan fisik mereka terpenuhi, dan mereka merasa secara psikologis
aman. Maslow (1954) mengkonseptualisasikan
sebuah hierarki kebutuhan-kebutuhan dimana belajar tidak mungkin terjadi
kecuali kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan psikologis untuk aman terpenuhi
lebih dahulu. Karena keamanan dan kesehatan fisik sekarang-sekarang ini
seringkali terancam, program-program untuk anak usia dini harusnya bukan hanya
menyediakan nutrisi, keamanan, dan kesehatan yang adekuat tapi juga pastikan
layanan-layanan yang lebih komprehensif, seperti fisik, gigi, kesehatan mental,
sosial (NASBE 1991; U.S. Department of Health & Human Services 1996).
Aspek-aspek perkembangan anak
Perkembangan Fisik (Motorik)
Perkembangan fisik
(motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap
gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari
berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.
Perkembangan fisik
(motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
1.
Perkembangan
motorik kasar
Kemampuan anak
untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar.
Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak
untuk melakukan gerakan tubuh.
Perkembangan
motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan
setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda
dengan anak lainnya.
2.
Perkembangan
motorik halus
Adapun
perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan
otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu.
Perkembangan pada
aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih.
Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan
motorik halus.
Perkembangan Emosi
Perkembangan pada
aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani,
gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini,
anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di
sekitarnya.
Emosi yang
berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika
anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.
Perkembangan Kognitif
Pada aspek
koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah,
dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif
berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami
kata, dan berbicara.
Perkembangan Psikososial
Aspek psikososial
berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman
sebayanya.
Dengan mengetahui
aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan
memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang
secara seimbang.
Rangsangan atau
latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya,
rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan
anak, bukan dengan paksaan.
Psikologi
Pendidikan dan Guru
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche”
yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti
kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang
mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni
adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan
psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena
jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara
langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling
mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni
dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan
demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi
umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi
khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
* Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang
berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir
hayat.
* Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus
dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
* Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk
keperluan penyembuhan (klinis)
* Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang
tergolong abnormal.
* Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam
kaitannya dengan dunia industri.
* Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam
situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di
atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke
depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan
yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu
karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
* Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah
perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan
pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta
didik dan masyarakat pendidikan.
* Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep,
prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan
upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross
sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
* Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama
sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan
sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku
individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan
berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan
pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka
pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan,
khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses
Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling
merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa
dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya
melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator,
masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan
dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat
dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu
sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing,
pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami
tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang
terkait dengan tugasnya,–terutama perilaku peserta didik dengan segala
aspeknya–, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang
pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah.
Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru.
Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi
yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003)
mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan
calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan
proses belajar mengajar peserta didik”
A.
Perkembangan Emosi Pada Anak
1. Pengertian Emosi
Emosi adalah Suatu keadaan yang kompleksi dapat
berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul
dari perilaku seseorang. Menurut para ahli Pengertian Emosi :
Ø Menurut
Goleman Bahasa “emosi” merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikirin
khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan
untuk bertindak”.
Ø Menurut
Syamsuddin Mengemukakan“emosi”merupakan suatu suasana yang komplek dan getaran
jiwa yang meyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu
perilaku.
2.
Fungsi Emosi
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak
yang dimaksud adalah :
Ø Merupakan
bentuk komunikasi.
Ø Emosi
berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan
lingkungan sosialnya.
Ø Emosi
dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
Ø Tingkah
laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
Ø Ketegangan
emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak.
3.
Jenis Emosi
Menurut Stewart mengutarakan perasaan senang,
marah, takut dan sedih sebagai basic emotions.
Ø Senang
(gembira) Pada umumnya perasaan gembira dan senang diekspresikan dengan
tersenyum(tertawa). Pada perasaan gembira ini juga ada dalam aktivitas pada
saat menemukan sesuatu, mencapai kemenangan.
Ø Marah
Emosi, marah dapat terjadi pada saat individu merasa terhambat, frustasi karena
apa yang hendak di capai itu tidak dapat tercapai.
Ø Takut
Perasaan takut merupakan bentuk emosi yang menunjukkan adanya bahaya.
Ø Sedih.
Dalam kehidupan sehari–hari anak akan merasa sedih pada saat ia berpisah dari
yang lainnya..
4.
Karakteristik Perkembangan Emosi Anak Usia taman Kanak-Kanak
Pada masa awal kanak-kanak fase ini merupakan
saat ketidakseimbangan dimana anak mudah terbawa ledakan-ledakan emosional
sehingga sulit di bombing diarahkan.- Menurut Hurlock perkembangan emosi ini
mencolok pada anak usia 2,5 thn - 3,5 thn dan 5,5 thn -6,5 thn.
5.
Ciri Utama Reaksi Emosi Pada Anak- Karakteristik reaksi emosi
1.
Reaksi emosi anak sangat kuat Dalam hal
kekuatan, makin bertambahnya usia anak, dan semakin bertambah matangnya emosi
anak maka anak akan semakin terampil dalam memilih dan milih kadar keterlibatan
emosionalnya.
2.
Reaksi emosi sering kali muncul pada setiap
peristiwa dengan cara yang di inginkannya. Bagi anak usia 4-5 tahun dalam hal
ini tidak dapat diterima oleh lingkungannya. Semakin emosi anak berkembang
menuju kematangannya maka mereka akan belajar untuk mengontrol diri dan
memperlibatkan reaksi emosi dengan cara yang dapat di terima lingkungan.
3.
Reaksi emosi anak mudah berubah dari satu
kondisi ke kondisi lain
4.
Reaksi emosi bersifat individual.
5.
Keadaan anak dapat dikenali melalui gejala
tingkah laku yang ditampilkan.
6.
Bentuk Reaksi Emosi
Pada Anak- Bentuk reaksi emosi yang dimiliki
anak sama dengan orang dewasa. Perbedaannya hanya terletak pada penyebab
tercetusnya reaksi emosi dan cara untuk mengekspresikan. Adapun beberapa bentuk
emosi umum terjadi pada awal masa kanak -kanak yang di kemukakan oleh Hurlock adalah
:
A.
Amarah. Marah sering terjadi sebagai reaksi
terhadap frustasi, sakit hati dan merasa terancam. Menurut Hurlock reaksi marah
pada umumnya biasa di bedakan menjadi 2 kategori besar yaitu :
a.
Marah yang implusif ( agresi )
b.
Marah yang terhambat ( dikendalikan / ditahan )
B.
Takut. Reaksi takut sering diperlihatkan dengan
gejala fisik yaitu : mata membelalak, menangis, sembunyi, atau memegang orang,
diam tidak bergerak. Menurut Hurlock berkenaan dengan rasa takut ia
mengemukakan adanya reaksi emosi yang berdekatan dengan reaksi takut, yaitu
shyness atau rasa malu , embarrass ment.
§ Shyness
atau malu adalah reaksi takut yang ditandai dengan rasa segan berjumpa dengan
orang yang di anggap asing.
§ Embarras
ment ( merasa sulit, tidak mampu, atau malu melakukan sesuatu ) merupakan
reaksi takut akan penilaian orang lain pada dirinya.
C.
Khawatir. Khawatir timbul disebabkan oleh rasa
takut yang dibentuk oleh pikiran anak sendirid. Anciety ( cemas ) adalah
perasaan takut sesuatu yang tisak jelas dan dirasakan oleh anak sendiri karena
sifatnya subjektif.
D.
Cemburu. Adalah reaksi normal terhadap
hilangnya kasih sayang. Menurut Hurlock reaksi ini meliputi pengunduran diri
kearah bentuk perilaku yang infantile seperti : mengompol, mengisap jempol,
makanan yang aneh-aneh, kenakalan yang umum, perilaku merusak.
E.
Ingin Tahu. Rasa ingin tahu yang besar
merupakan perilaku khas anak prasekolah.
F.
Iri hati. Iri hati pada saat anak merasa tidak
memperoleh perhatian yang di harapkan.
G.
Senang Adalah emosi yang menyenangkan.
H.
Sedih. Perasaan sedih adalah emosi yang sangat
menyedihkan.
I.
Kasih sayang. Adalah emosi positif yang sangat
penting keberadaannya menjadi dari berbagai macam perilaku emosi dan
kepribadian yang sehaT
B.
Intervensi
Ø Deteksi
Dini Tumbuh Kembang Anak
Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak adalah kegiatan/pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak
pra-sekolah. Deteksi perlu dilakukan secara dini sebab semakin dini ditemukan
penyimpangannya maka semakin mudah dilakukan intervensi untuk perbaikannya,
selain itu tenaga kesehatn mempunyai waktu dalam menyusun rencana
tindakan/intervensi yang tepat. Bila penyimpangan terlambat diketahui maka
intervensi untuk perbaikannya lebih sulit dilakukan.
Ada 3 macam deteksi dini tumbuh kembang anak:
1.
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, untuk
mengetahui status gizi anak, misal: gizi kurang, gizi buruk, gizi berlebih,
dll.
2.
Deteksi dini penyimpangan perkembangan, untuk
mengetahui adanya gangguan perkembangan anak, misal: gangguan bicara, gangguan
daya dengar, gangguan daya lihat, dll.
3.
Deteksi dini penyimpangan mental emosional,
untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme, gangguan pemusatan
perhatian, hiperaktifitas, dll.
Ø Intervensi
Dini Tumbuh Kembang Anak
Tujuan intervensi dini untuk memperbaiki dan mengatasi masalah
penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan anak. Waktu yang tepat untuk
melakukan intervensi dini adalah sesegera mungkin setelah diketahui anak
memiliki penyimpangan tumbuh kembang karena waktu terbaik adalah ketika anak
belum berusia lima tahun. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa masa lima
tahun pertama kehidupan anak (balita) merupakan "Masa Keemasan (golden
period) atau Jendela Kesempatan (window opportunity), atau Masa Kritis
(critical period)", maka periode itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin
untuk memperbaiki penyimpangan.
Ø Rujukan
Dini Tumbuh Kembang Anak
Bila masalah penyimpangan tumbuh kembang anak tidak dapat diatasi di
tingkat keluarga meskipun sudah dilakukan intervensi dini, maka anak perlu
dirujuk ke fasilitas kesehatan/Puskesmas. Rujukan dilakukan secara berjenjang,
apabila Puskesmas belum menerapkan SDIDTK atau tidak mampu menangani kasus
tersebut maka harus dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi,
misalnya RS tingkat kabupaten, bila tidak dapat ditangani maka dirujuk ke Rumah
Sakit tingkat provinsi, tingkat Pusat, dst. Di daerah perkotaan, bisa saja
keluarga langsung membawa anaknya ke Rumah Sakit terdekat tanpa melalui kader
dan Puskesmas. Perlu diperhatikan dalam memilih Rumah Sakit, pilihlah yang
dapat melayani rujukan kasus-kasus tumbuh kembang anak atau yang memiliki Poli
Tumbuh Kembang AnaK
Perlu keterampilan, konsistensi dan pengembangan
sikap untuk membimbing anak dalam menemukan dirinya sebagai seorang individu.
Anak yang memiliki rasa percaya diri tinggi cenderung akan lebih mudah dalam
mengidentifikasikan diri dan posisinya di dalam lingkungan keluarga, sosial dan
lingkungan sekolah.
Anak pada kelas rendah
cenderung masih belum bisa berpikir tentang hal yang abstrak. Pengaruh mental,
dalam hal ini mengedepankan perasaan, menjadi hal utama yang menjadi masalah
dalam perkembangan pemikirannya. Orang tua berperan penting dalam adaptasi
terhadap lingkungan barunya.
Seiring dengan terbiasanya
mereka pada lingkungan yang baru, anak mulai mendapatkan tempatnya di dalam
kelas. Posisi mereka biasanya terpengaruh dari seberapa besar rasa percaya diri
yang mereka punya. Kecepatan adaptasi akan membuat anak cepat dalam berpikir
dan mengembangkan kemampuan interaksinya.
Pada kelas tinggi, anak sudah
dapat menggunakan logikanya untuk berpikir. Mereka berusaha memecahkan masalah
dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Penguasaan pengetahuan
akan berdampak pada kecepatan anak untuk menemukan masalah, berpikir dan
memecahkannya. Anak mulai enemukan konsep dirinya untuk berpikir ke depan.
Lingkungan kelas akan mempengaruhi perubahan perilaku dan mentalitas dalam
bergaul. Posisi dalam kelas adalah hasil dari identifikasi kaasitas mereka
dalam interaksi sosial pada tingkat kelasnya. Kepercayaan diri yang tinggi akan
membuat mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan menempatkan dirinya
pada posisi tawar yang tinggi. Hal ini berguna bagi peningkatan cara pandang
dan cara berpiir anak.
Nah, pada masa ini anak memerlukan kepercayaan dari orang-orang di sekitarnya untuk mengembangkan tingkat berpikir anak. Dengan pemberian kepercayaan, maka anak akan merasa dihargai dan berusaha untuk menghargai orang lain dalam interaksi. Tentu saja hal ini akan berdampak langsung pada pembentukan karakter mereka.
Nah, pada masa ini anak memerlukan kepercayaan dari orang-orang di sekitarnya untuk mengembangkan tingkat berpikir anak. Dengan pemberian kepercayaan, maka anak akan merasa dihargai dan berusaha untuk menghargai orang lain dalam interaksi. Tentu saja hal ini akan berdampak langsung pada pembentukan karakter mereka.
FASE PERKEMBANGAN BIOLOGIS
Anak
usia dini (sejak lahir hingga 6 tahun) adalah sosok individu makhluk sosial
kultural yang sedang mengalami suatu proses perkembangan yang sangat
fundamental bagi kehidupan selanjutnya dengan memiliki Sebagai individu, anak
usia dini adalah suatu organisme yang merupakan suatu kesatuan jasmani dan
rohani yang utuh dengan segala struktur dan perangkat biologis dan
psikologisnya sehingga menjadi sosok yang unik.
Dengan demikian kehidupan manusia
terikat kepada kaidah-kaidah prinsip kehidupan biologis lain seperti berkembang
biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat
kematangan serta kedewasaan. . Paulo freire, tokoh pendidikan Amerika Latin
mengatakan bahwa tujuan akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan
manusia (humanisasi), tidak jauh berbeda dengan pandangan diatas M. Arifin
berpendapat, bahwa proses pendidikan pada akhirnya.
Pada setiap tahap kehamilan, seorang
ibu hamil membutuhkan makanan dengan kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan
disesuaikan dengan kondisi tubuh dan perkembangan janin. Masa kehamilan ibu
dibagi dalam tiga tahapan atau trimester. Vitamin, dibutuhkan untuk
memperlancar proses biologis yang berlangsung dalam tubuh ibu dan janin.
Misalnya, vitamin A diperlukan untuk pertumbuhan, vitamin B1 dan B2 sebagai
penghasil energi, vitamin B6 sebagai pengatur pemakaian protein.
Jean Piaget (seorang psikolog Swiss
yang hidup tahun 1896-1980) dikenal dengan teori perkembangan intelektual yg
menyeluruh, yg mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi &
psikologis. Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang
berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di
atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin
mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan
Pendapat para ahli biologi tentang arti
pertumbuhan dan perkembangan pernah dirangkumkan oleh Drs. H. M. Arifin, M. Ed.
bahwa pertumbuhan diartikan sebagai suatu penambahan dalam ukuran bentuk, berat
atau ukuran dimensif tubuh serta bagian- bagiannya. Sedangakn perkembangan
menunjuk Pada saat ini para ahli tidak lagi berpendapat bahwa
perubahan-perubahan akan berakhir pada fase ini. Mereka mengatakan bahwa
perkembangan merupakan proses yang terjadi sepanjang hayat.
Proses-proses biologi akan berjalan lebih
lambat setelah sekitar 20 tahun.Ciri-ciri ini adalah permulaan dari fase ketiga
(fase dewasa). Fase Dewasa. Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi
maksimumnya, mereka akan mati satu per
Periodisasi atau pembagian masa-masa
perkembangan ini didasarkan kepada keadaan atau proses biologis tertentu.
Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala pertumbuhan jasmani yaitu antara
fase satu dan fase kedua dibatasi oleh
Pada intinya Lewin berpendapat
perkembangan di samping merupakan proses deferensiasi juga merupakan proses
stratifikasi. Struktur pribadi manusia digambarkan terdiri dari
lapisan-lapisan, dan makin besar akan makin tinggi perkembangganya, bertambah
pula Satu-satunya struktur mental yang ada sejak lahir adalah id, yang
merupakan dorongan biologis dan berada dalam ketidaksadaran. Id beroperasi
menurut prinsip kenikmatan (pleasure principle) dan mencari kepuasan segera.
Mengapa kita mesti mempelajari
perkembangan anak?. Karena masa kanak-kanak adalah fase yang penting dalam
kehidupan manusia. Namun di abad pertengahan, hokum biasanya tidak membedakan
mana kejahatan anak dan dewasa, dan anak-anak Proses biologis adalah perubahan
dalam tubuh anak. Warisan genetic memainkan peran penting. Proses biologis
melandasi perkembangan otak, barat dan tinggi badan, perubahan dalam kemampuan
bergerak, dan perubahan hormonal di masa puber.
Yang dimaksud dengan fase berdasarkan
biologis adalah : para ahli mendasarkan bahasanya pada kondisi atau proses
pertumbuhan biologis anak. Yang termasuk kelompok ini antara lain : a. Menurut
Kretschmer, bahwa perkembangan anak terbagi.
Adaptasi Anak Penting, tapi Jangan Stres
SETIAP anak punya daya
adaptasi berbeda-beda terhadap lingkungan sekitar. Jangan dipaksakan jika tak
ingin berbuah stres. Adaptasi atau penyesuaian diri merupakan salah satu
persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu.
Dalam
ensiklopedi online Kids.Net.Au adaptasi diartikan sebagai proses penyesuaian
diri terhadap sesuatu hal, termasuk kondisi lingkungan. Sementara psikolog asal
Amerika, Davidoff, memaknai adaptasi (adjusment) sebagai suatu proses
untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan.
Ya,
manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan,
dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga
mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Terkait
dengan penyesuaian diri anak, ada anak-anak yang mudah menyesuaikan diri dengan
setiap situasi baru yang dihadapinya. Namun, ada pula yang memerlukan waktu
lebih lama untuk mengenal dan membiasakan diri dengan situasi atau lingkungan
yang baru atau masih asing baginya.
Pada
dasarnya, penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, baik
lingkungan keluarga, teman sebaya, maupun lingkungan sekolah. Anak-anak
memiliki kepribadian yang berbeda satu dengan lainnya.
Begitu
juga halnya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Namun yang pasti, cepat
atau lambat, semua anak harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
akan dijumpainya tiap-tiap hari. Karena itu, anak sangat membutuhkan perhatian
dan pengertian orangtua atau orang-orang terdekatnya untuk bisa memahami
situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya.
Dengan
begitu, dapat mendorongnya untuk cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Cepat dan tidaknya si anak menyesuaikan diri terkait dengan kematangan
kemampuan komunikatif dan bahasanya.
Anak-anak
yang tidak atau kurang menguasai bahasa biasanya lebih sukar untuk menyesuaikan
diri. Menurut psikolog anak dari Medicare Clinic, Anna Surti Ariani, aspek
temperamen atau karakter kepribadian si anak juga berpengaruh besar terhadap
kemampuan adaptasi.
Ada
anak-anak yang tergolong slow
to adapt child (memerlukan waktu lebih lama untuk mempelajari
situasi baru), tapi ada pula yang easy going dan bisa cepat akrab
dengan lingkungan barunya. "Anak-anak yang 'lambat panas' biasanya memang
butuh waktu lebih lama untuk masuk ke lingkungan yang baru. Tapi kalau sudah
bisa dan biasa, dia akan merasa nyaman," sebutnya.
Anak
yang lambat beradaptasi sebaiknya sering diajak bergaul dan dibimbing
orangtuanya tentang bagaimana cara memulai berinteraksi dengan orang lain.
Jika
si anak terus dilatih, lama-kelamaan anak akan menemukan sendiri formula yang
terbaik baginya untuk beradaptasi. Karena itu orangtua berperan penting dalam
menciptakan lingkungan kondusif yang dapat membuat anak berani mencoba sesuatu.
Akan tetapi, Anna mengingatkan agar orangtua tidak memaksakan anak untuk mahir
beradaptasi.
"Anak
yang lambat beradaptasi kalau dipaksa-paksa malah akan tambah merasa tidak
nyaman," katanya. Dia menambahkan, lingkungan yang baru bisa membuat anak
merasa asing. Sebab itu, jika hendak mengajak anak berlibur di rumah saudara di
pedesaan di luar kota misalnya, orangtua dianjurkan memberi penjelasan terlebih
dahulu tentang kondisi tempat yang akan dituju.
Dengan
begitu anak tidak kaget dengan situasi lingkungan yang berbeda dari
sehari-harinya di rumah. "Bila perlu, lakukan stimulasi dengan bermain
peran atau bermain 'pura-pura'. Misalnya sebelum melakukan perjalanan yang
sesungguhnya dengan kereta api, ajak anak berkeliling dengan kereta api yang
trayeknya hanya di dalam kota," saran Anna.
Di
samping rasa tidak nyaman, akibat lainnya yang akan terjadi manakala orangtua
memaksa anak cepat beradaptasi adalah rasa stres. Apalagi anak usia 0-6 tahun
yang umumnya masih harus distimulasi perkembangan emosinya. Lingkup sosialnya
juga masih sangat terbatas sehingga guru dan orangtua menjadi orang terdekat di
luar pengasuhnya.
"Jika
karakter orang terdekat ini membuat anak tidak nyaman, si anak pun pasti akan
terganggu atau dapat timbul stres," sebut konsultan Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), Lely Tobing. Selanjutnya, penyesuaian diri meliputi dua aspek,
yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.
Penyesuaian
pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Hal
ini membuat anak menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan
dan kekurangannya dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya
tersebut.
Sementara
itu, penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu
hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan
dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau
masyarakat luas secara umum.
Pengembangan
Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Kelompok Bermain
Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia
sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun ternyata tidaklah benar. Bahkan pendidikan
yang dimulai pada usia TK (4 – 6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Hasil
penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli
pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat (Diktentis, 2003: 1),
mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 – 4 tahun
mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Artinya
bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal
maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Pada dasawarsa kedua yaitu
usia 18 tahun perkembangan jaringan otak telah mencapai 100%. Oleh
sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 – 8 tahun disebut masa emas (Golden Age)
yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga
sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan
perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan
pendidikan.
Data memperlihatkan bahwa layanan pendidikan anak usia
dini di Indonesia masih termasuk sangat memprihatinkan. Sampai dengan tahun
2001 (Jalal, 2003: 20) jumlah anak usia 0 – 6 tahun di Indonesia yang telah
mendapatkan layanan pendidikan baru sekitar 28% (7.347.240 anak).
Khusus untuk anak usia 4 – 6 tahun, masih terdapat sekitar 10,2 juta
(83,8%) yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Masih banyaknya
jumlah anak usia dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan tersebut
disebabkan terbatasnya jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi
anak usia dini.
Layanan pendidikan kepada anak-anak usia dini merupakan
dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya hingga
dewasa. Hal ini diperkuat oleh Hurlock (1991: 27) bahwa tahun-tahun awal kehidupan
anak merupakan dasar yang cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan
perilaku anak sepanjang hidupnya.
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki
anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat
kreatif dan ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan
karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka
bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang
tidak dapat diwujudkan.
Melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang
menyenangkan bagi anak-anak yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang
dan memupuk kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk
pengembangan diri sejak usia dini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
oleh Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk
mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai
interaksi dan pengalaman belajar”.
Dalam proses pembelajaran di kelompok bermain, kreativitas
anak dirangsang dan dieksplorasi melalui kegiatan bermain sambil belajar sebab
bermain merupakan sifat alami anak. Diungkapkan oleh Munandar (2004: 94) bahwa
penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas.
Namun, jelas Froebel (Patmonodewo, 2003: 7), bermain tanpa bimbingan dan arahan
serta perencanaan lingkungan di mana anak belajar akan membawa anak pada cara
belajar yang salah atau proses belajar tidak akan terjadi. Ia mengisyaratkan
bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab dalam membimbing
dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.
1. Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini
Berdasarkan definisi Konsensus Knowles dalam Mappa (1994:
12) pembelajaran merupakan suatu proses di dalam mana perilaku diubah, dibenarkan
atau dikendalikan. Sementara itu Abdulhak (2000: 25) menjelaskan bahwa proses
pembelajaran adalah interaksi edukatif antara peserta didik dengan
komponen-komponen pembelajaran lainnya. Pembelajaran di kelompok bermain jelas
sangat berbeda dengan di sekolah, dimana pembelajaran dilakukan dalam suasana
bermain yang menyenangkan.
Anak-anak usia dini dapat saja diberikan materi
pelajaran, diajari membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan bukan hanya itu
saja, mereka bisa saja diajari tentang sejarah, geografi, dan lain-lainnya.
Jerome Bruner menyatakan, setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok
umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya. Kuncinya adalah pada
permainan atau bermain (Supriadi, 2002: 40). Permainan atau bermain adalah kata
kunci pada pendidikan anak usia dini. Ia sebagai media sekaligus sebagai
substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain, dan belajar
dilakukan dengan atau sambil bermain yang melibatkan semua indra anak.
Supriadi (2002: 40) menjelaskan bahwa Bruner dan Donalson
dari telaahnya menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan
diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian
besar diperoleh dari bermain. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius
tetapi menyenangkan. Menurut Conny R. Semiawan (Jalal, 2002: 16) melalui
bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain
secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal
yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak
juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik
maupun mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak
usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.
2. Konsep Kreativitas
Supriadi (2001: 7) menyimpulkan bahwa pada intinya
kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik
berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah
ada sebelumnya.
Keberhasilan kreativitas menurut Amabile (Munandar, 2004:
77) adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang
tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan
motivasi intrinsik. Persimpangan kreativitas tersebut – yang disebut dengan
teori persimpangan kreativitas (creativity intersection)
Ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek
yaitu:
a. Aspek Kognitif. Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan
dengan kemampuan berpikir kreatif//divergen (ciri-ciri aptitude) yaitu:
(1) keterampilan berpikir lancar (fluency);
(2) keterampilan berpikir luwes/fleksibel (flexibility);
(3) keterampilan berpikir orisinal (originality);
(4) keterampilan memperinci (elaboration); dan
(5) keterampilan menilai (evaluation). Makin kreatif
seseorang, ciri-ciri tersebut makin dimiliki. (Williams dalam Munandar, 1999:
88)
b. Aspek Afektif. Ciri-ciri kreativitas yang lebih
berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang (ciri-ciri non-aptitude) yaitu:
(a) rasa ingin tahu;
(b) bersifat imajinatif/fantasi;
(c) merasa tertantang oleh kemajemukan;
(d) sifat berani mengambil resiko;
(e) sifat menghargai;
(f) percaya diri;
(g) keterbukaan terhadap pengalaman baru; dan
(h) menonjol dalam salah satu bidang seni (Williams &
Munandar, 1999).
Torrance dalam Supriadi (Adhipura, 2001: 47) mengemukakan
tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu
mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu:
(1) menghormati pertanyaan yang tidak biasa;
(2) menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif
dari siswa;
(3) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas
prakarsa sendiri;
(4) memberi penghargaan kepada siswa; dan
(5) meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan
bersibuk diri tanpa suasana penilaian.
Hurlock pun (1999: 11) mengemukakan beberapa faktor
pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu:
(1) waktu,
(2) kesempatan menyendiri,
(3) dorongan,
(4) sarana,
(5) lingkungan yang merangsang,
(6) hubungan anak-orangtua yang tidak posesif,
(7) cara mendidik anak,
(8) kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
Amabile (Munandar, 2004: 223) mengemukakan empat cara
yang dapat mematikan kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, persaingan/kompetisi
antara anak, dan lingkungan yang membatasi. Sementara menurut Torrance dalam
Arieti yaitu:
(1) usaha terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi;
(2) pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak;
(3) terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan
seksual;
(4) terlalu banyak melarang;
(5) takut dan malu;
(6) penekanan yang salah kaprah terhadap keterampilan
verbal tertentu; dan
(7) memberikan kritik yang bersifat destruktif (Adhipura,
2001: 46).
Ciri-Ciri
Masa Awal Kanak-Kanak
Dalam setiap tahap
perkembangan ada ciri-ciri khusus yang ada pada setiap tahap perkembangan, begitu
juga pada saat masa kanak-kanak awal ditandai dengan ciri-ciri tertentu,
menurut Hurlock (1980:108) ciri itu tercermin dalam sebutan yang biasa
diberikan oleh para orang tua, pendidik, da ahli psikologi: a) Sebutan Yang
Digunakan Orang Tua. Ada beberapa sebutan untuk menggambarkan masa kanak-kanan,
sebutan tersbeut berkisar tentang perilaku dan aktivitas yang dilakukan
anak-anak, pada sebagian besar orang tua menganggap awal masa pada kanak-kanak
sebagai usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Masa kanak-kanak
merupakan masa-masa yang sulit bagi orang tua karena pada masa kanak-kanak awal
ialah karena anak-anak sedang mengembangkan kepribadian yang unik dan menuntut
kebebasan yang pada umumnya kurang berhasil. Selain itu pada sebagian orang tua
juga menganggap usia awal kanak-kanak sebagai usia mainan karena anak mudah
menghabiskan sebagian besar waktu juga bermain dengan mainannya. b) Sebutan
Yang digunakan Para Pendidik. Sedangkan
para pendidik menyebut usia awal kanak-kanak sebagai usia prasekolah, usia pra
sekolah adalah usia yang belum memasuki usia sekolah atau masih berada di taman
kanak-kanak, kelompok bermain, atau penitipan anak-anak. c) Sebutan Yang
Digunakan Ahli Psikologi. Para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang
berbeda untuk menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan psikologis
anak selama tahun awal masa kanak-kanak.
Salah satu sebutan yang
banyak digunakan adalah usia kelompok, masa di mana anak-anak mempelajari
dasar-dasar prilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih
tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu mereka masuk kelas
satu. Karena perkembangan utama yang terjadi selama awal masa kanak-kanak
berkisar diseputar penguasaan dan pengendalian lingkungan, banyak ahli psikologi
yang melabelkan awal masa kanak-kanak sebagai usia menjelajah, sebuah label
yang menunjukkan anak ingin mngetahui keadaan lingkungannya, bagaimana
mekanismenya, bagaimana perasaannya dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari
lingkungannya, ini termasuk manusia dan benda mati. Salah satu cara yang umum
dalam menjelajah lingkungan adalah dengan bertanya, jadi periode ini adalah
meniru pembicaraan dan perilaku orang lain, oleh karena itu periode ini juga
disebut usia meniru. Namun kecenderungan ini nampak kuat tetapi anak lebih
menunjukkan kreativitas dalam bermain selama masa kanak-kanak dibandingkan
masa-masa lain dalam kehidupannya, dengan alasan ini para ahli psikologi juga
menamakan periode ini sebagai usia kreatif.
Menurut Yusuf (2002)
pada masa usia prasekolah ini dapat diperinci menjadi dua masa, yaitu masa
vital dan masa estetik; a) Masa Vital. Pada masa ini, individu menggunakan
fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa
belajar, Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan individu itu sebagai
masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan anak
memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya itu, tidaklah karena mulut
sumber kenikmatan utama, tetapi karena waktu itu mulut merupakan alat untuk
melakukan eksplorasi (penelitian) dan belajar. b) Masa Estetik. Pada masa ini
dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Kata estetik di sini dalam
arti bahwa pada masa ini, perkembangan anak yang terutama adalah fungsi panca
inderanya. Kegiatan eksploitasi dan belajar anak terutama menggunakan panca
inderanya, pada masa ini, indera masih peka, karena itu Montessori menciptakan
bermacam-macam alat permainan untuk melatih panca inderanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar