Kamis, 12 April 2012

KELEBIHAN NUTRISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT



OBESITAS dan KELEBIHAN NUTRISI

Pengertian
Obesitas merupakan penyakit yang sejak lama sudah dikenal masyarakat dan sampai sekarang merupakan persoalan yang banyak dibicarakan karena sulitnya pengobatan yang berhasil dilakukan. Banyak pengertian mengenai obesitas salah satunya yang diungkapkan sebagai berikut. “ Obesitas adalah kondisi berlebihnya jaringan lemak akibat tidak seimbangnya masukan energi dengan pemakaian”,(Kusumawardhani:2006). Jadi obesitas dapat diartikan secara tepat dengan istilah kegemukan atau banyaknya penimbunan lemak dalam tubuh.
Seiring dengan meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat, jumlah penderita kegemukan (overweight) dan obesitas cenderung meningkat. Di Indonesia, masalah kesehatan yang diakibatkan oleh gizi lebih ini mulai muncul pada awal tahun 1990-an. Peningkatan pendapatan masyarakat pada kelompok sosial ekonomi tertentu, terutama di perkotaan, menyebabkan adanya perubahan pola makan dan pola aktifitas yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah penderita kegemukan dan obesitas (Sunita Almatsier, 2004)

Apakah Kegemukan Dan Obesitas Itu?
Kegemukan dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda.
Namun, keduanya sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai indeks massa tubuh diatas normal.
Penderita obesitas mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dibandingkan dengan penderita kegemukan untuk jangka waktu yang lama, dan berisiko lebih tinggi untuk terkena beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit payah jantung kongestif, hipertensi, diabetes melitus tipe 2 dan sebagainya.


Bagaimana Cara Menentukan Kriteria Kegemukan Dan Obesitas?

Sebagaimana telah disebutkan diatas, kriteria kegemukan dan obesitas ditentukan berdasarkan
perhitungan indeks massa tubuh (IMT). Cara menghitung IMT ditentukan berdasarkah rumus berikut:

IMT= Berat badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (meter)

Kriteria kegemukan adalah orang yang memiliki nilai IMT antara 25,1 sampai 30, sedangkan nilai IMT untuk obesitas adalah diatas 30.

Bagaimana proses terjadinya kegemukan dan obesitas?

Kegemukan dan obesitas terjadi apabila total asupan kalori yang terkandung dalam makanan melebihi jumlah total kalori yang dibakar dalam proses metabolisme.
Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa penyebab kegemukan dan obesitas bersifat multi-faktor, antara lain adanya keterlibatan faktor genetik, ras, perubahan pola makan dan pola aktifitas serta emosi.
Keterlibatan faktor genetik relatif sulit dibuktikan. Diduga, ada kelompok masyarakat tertentu yang proses metabolisme tubuhnya relatif lebih lambat dibandingkan yang lainnya. Kondisi ini menyebabkan seseorang memiliki peluang lebih besar untuk menderita kegemukan dan obesitas.
Sebuah penelitian di Amerika serikat menunjukkan bahwa kegemukan dan obesitas lebih banyak terdapat pada ras Afro-amerika dan Mexico-amerika dibandingkan ras lainnya.
Pola makanan masyarakat di lingkungan perkotaan yang tinggi kalori dan lemak serta rendah serat, telah
memicu peningkatan jumlah penderita kegemukan dan obesitas. Masyarakat di perkotaan yang cenderung sibuk, biasanya lebih menyukai mengkonsumsi makanan cepat saji, dengan alasan lebih praktis. Meskipun mereka mengetahui bahwa nilai kalori yang terkadung dalam makanan cepat saji sangat tinggi, dan di dalam tubuh kelebihan kalori ini akan dirubah dan disimpan menjadi lemak tubuh.
Sesungguhnya, menu makanan tradisional masyarakat Indonesia yang terdiri dari kandungan energi berasal sekitar 9,6% berasal dari protein, 20,6% dari lemak dan selebihnya 68,6% berasal dari karbohidrat (Data Biro Pusat Statistik tahun 1990), telah sesuai dengan anjuran pola makan sehat menurut badan kesehatan se-dunia, WHO.
Selain itu, kian berkurangnya aktifitas fisik juga berkontribusi terhadap peningkatan jumlah penderita kegemukan dan obesitas. Dalam kehidupan masyarakat modern -dengan dukungan teknologi dan sarana yang mutakhir, menyebabkan menurunnya aktifitas fisik.
Penggunan elevator telah menggantikan fungsi tangga di berbagai instansi, perkantoran dan beberapa sarana umum. Adanya remote kontrol juga menyebabkan banyak orang tidak perlu beranjak dari tempatnya menonton televisi, jika ingin mengganti saluran. Penggunaan alat transportasi bermotor juga telah menggeser peran sepeda. Akibatnya, sedikit sekali kalori yang dibakar akibat aktifitas fisik yang minim ini. Faktor emosi juga turut berkontribusi menyebabkan kegemukan dan obesitas pada diri seseorang. Saat seseorang merasa cemas, sedih, kecewa atau tertekan, biasanya akan cenderug mengkonsumsi makanan lebih banyak untuk mengatasi perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan tadi.

Etiologi
Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang menyebabkan obesitas terjadi. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas seperti faktor lingkungan, genetik, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik, yang akan dijelaskan sebagai berikut
Faktor lingkungan seseorang memegang peranan yang cukup berarti, lingkungan ini termasuk pengaruh gaya hidup dan bagaimana pola makan seseorang. Kusumawardhani(2006:206-207) mengungkapkan bahwa pola makanan seseorang ada yang disebut food addiction dan food abuser.
Food addiction adalah pola makan yang berlebihan. Food abuser tidak sama dengan food addiction. Food abuser adalah pola makan yang berlebih dalam periode tertentu karena mereka menyukai makanan tersebut, kecintaan makanan ini dapat berlanjut menjadi obesitas. Pada food abuser ini akan menjadi ketagihan secara emasional apabila digunakan dalam mengendalikan stress, mood dan rasa kehilangan.
Pada faktor genetik, kegemukan dapat diturunkan dari generasi ke generasi didalam sebuah keluarga. Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini, sepertinya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heran bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak yang relatif sama besar (Zainun:2002)
Faktor kesehatan juga dapat menyebabkan terjadinya obesitas maksudnya adalah ada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan obesitas seperti penderita Hipotiroidisme, Sindroma Cushing, Sindroma Prader-Willi dan beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. Obesitas juga dapat disebabkan memakai obat-obatan tertentu seperti steroid dan beberapa anti depresi (Susan Yanovski and Jack Yanovski, 2002)
Menurut Zainun(2002) faktor psikis adalah apa yang ada didalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan seseorang dalam mengatur pola makanannya. Penambahan ukuran atau jumlah sel lemak menyebabkan bertambahnya jumlah sel didalam jaringan tubuh pada penderita obesitas terutama kegemukan pada anak-anak memiliki sel-sel lemak 5 kali lebih banyak dibandingkan orang normal. Aktivitas fisik yang kurang mungkin adalah penyebab utama meningkatnya obesitas di tengah masyrakat. Orang-orang yang mengkonsumsi makanan kaya akan lemak dan kurang melakukan aktivitas fisik atau jarang berolahraga akan cenderung mengalami obesitas karena tidak adanya keseimbangan antara asupan yang masuk dan energi yang keluar.

Genetik
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.

Kerusakan Pada Salah satu Bagian Otak

Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus –sebuah kumpulan inti sel dalam otak yang langsung berhubungan dengan bagian-bagian lain dari otak dan kelenjar dibawah otak. Hipotalamus mengandung lebih banyak pembuluh darah dari daerah lain pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh unsur kimiawi dari darah.

Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan); hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.

Pola Makan Berlebihan

Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan.



Kurang Gerak/Olahraga

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor :
1) tingkat aktivitas dan olah raga secara umum;
2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh.
Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal.

Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurun metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olah raga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah raga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal.

Pengaruh Emosional

Sebuah pandangan populer adalah bahwa obesitas bermula dari masalah emosional yang tidak teratasi. Orang-orang gemuk haus akan cinta kasih, seperti anak-anak makanan dianggap sebagai simbol kasih sayang ibu, atau kelebihan makan adalah sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai dalam kehidupannya. Walaupun penjelasan demikian cocok pada beberapa kasus, namun sebagian orang yang kelebihan berat badan tidaklah lebih terganggu secara psikologis dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal. Meski banyak pendapat yang mengatakan bahwa 0rang gemuk biasanya tidak bahagia, namun sebenarnya ketidakbahagiaan /tekanan batinnya lebih diakibatkan sebagai hasil dari kegemukannya. Hal tersebut karena dalam suatu masyarakat seringkali tubuh kurus disamakan dengan kecantikan, sehingga orang gemuk cenderung malu dengan penampilannya dan kesulitannya mengendalikan diri terutama dalam hal yang berhubungan dengan perilaku makan.

Orang gemuk seringkali mengatakan bahwa mereka cenderung makan lebih banyak apa bila mereka tegang atau cemas, dan eksperimen membuktikan kebenarannya. Orang gemuk makan lebih banyak dalam suatu situasi yang sangat mencekam; orang dengan berat badan yang normal makan dalam situasi yang kurang mencekam (McKenna,1999). Dalam suatu studi yang dilakukan White (1977) pada kelompok orang dengan berat badan berlebih dan kelompok orang dengan berat badan yang kurang, dengan menyajikan kripik (makanan ringan) setelah mereka menyaksikan empat jenis film yang mengundang emosi yang berbeda, yaitu film yang tegang, ceria, merangsang gairah seksual dan sebuah ceramah yang membosankan. Pada orang gemuk didapatkan bahwa mereka lebih banyak menghabiskan kripik setelah menyaksikan film yang tegang dibanding setelah menonton film yang membosannkan. Sedangkan pada orang dengan berat badan kurang selera makan kripik tetap sama setelah menonton film yang tegang maupun film yang membosankan.

Lingkungan

Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika seseroang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan.



Patogenesis
Kusumawardhani(2006:206) mengungkapkan bahwa patogenesis dari obesitas diketahui multifaktorial, meliputi faktor genetik dan faktor lingkungan yang berpengaruh dalam hal regulasi berat badan, metabolisme dan prilaku makan. .
Salihin(2002) mengungkapkan bahwa menurut patogenesisnya maka obesitas dapat dibagi dalam dua macam:
a).regulatory obesity dan
b).metabolic obesity
Pada regulatory obesity gangguan primernya terletak pada pusat yang mengatur masukan makanan (central mechanism regulating food intake).
Pada metabolic obesity terdapat kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat.
Jadi pada dasarnya patogenesis obesitas adalah gangguan pada pengaturan asupan makanan dan kelainan pada metabolisme tubuh khusunya lemak dan karbohidrat.

Patofisiologi
Pada penderita obesitas makanan masuk kedalam tubuh dengan jumlah makanan yang lebih besar daripada yang dipakai oleh tubuh untuk energi. Makanan berlebihan baik lemak, karbohidrat atau protein, kemudian disimpan sebagai lemak dalam jaringan adipose yang kemudian akan dipakai sebagai energi. Jumlah energi (dalam bentuk makanan) yang memasuki tubuh lebih besar daripada jumlah energi yang keluar, maka berat badan akan meningkat.(Anwar:2005)
Apa bahaya yang timbul akibat kegemukan dan obesitas ini?
Kegemukan dan obesitas diyakini berkaitan dengan berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit payah jantung kongestif (Congestif heart failure), hipertensi, kencing manis (Diabetes melitus) tipe 2
dan penyakit radang persendian (Osteoartritis).
Beberapa pasien anak-anak yang menderita kegemukan dan obesitas juga dilaporkan mengalami periode tidak-bernafas waktu tidur (Sleep apnea) yang dapat menurunkan mempengaruhi daya fikirnya di kemudian hari.


Gejala dan Tanda-tanda
Sarwono(2003) mengungkapkan bahwa salah satu tanda-tanda dari obesitas adalah penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan didalam dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasaan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Biasanya gangguan pernapasan itu terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernapasan untuk sementara (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk. Obesitas juga sering ditemukan pada berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan masalah osteoritis. Sering juga ditemukan kelainan tubuh pada penderita obesitas, seseorang yang obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efesien dan mengeluarkan keringat yang banyak. Gejala obesitas dapat ditemukan pada penderita edema(pembengkaan akibat penimbunan jumlah cairan) didaerah tungkai dan pergelangan tangan.

Terapi (pengobatan)
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat badan. Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulailah dengan pola makan yang sehat.
Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh penderita dan resiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya angka BMI. Conie L Bish,et all(2007) mengungkapkan angka BMI adalah sebagai berikut:
a. Resiko rendah: BMI< 27
b. Rsiko menengah: BMI 27-30
c. Resiko tinggi: BMI 30-35
d. Resiko sangat tinggi: BMI 35-40
e. Resiko paling tinggi: BMI 40 atau lebih
Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah pembatasan kalori pada setiap penderita berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan penderita, dibawah ini menggambarkan bagaimana cara memberikan pengobatan pada penderita obesitas.
a. Penderita dengan resiko kesehatan rendah, menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria) disertai olah raga.
b. Penderita dengan resiko kesehatan menengah, menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk pria) disertai olah raga
c. Penderita dengan resiko kesehatan tinggi atau sangat tinggi, mendapat obat anti obesitas disertai diet rendah kalori dan olah raga.
Peluang penurunan berat badan jangka panjang yang berhasil akan semakin tinggi bila dokter bekerja dalam satu tim professional yang melibatkan ahli diet, psikologis dan ahli olah raga.
Dalam melakukan terapi atau pengobatan baik yang pharmacotherapy maupun non pharmacotherapy haruslah teliti sebab banyak pengobatan yang beresiko tinggi dan bahkan dapat menyebabkan penyakit lainya. Menurut Susan Yanovski dan Jack Yanovski(2002) pemberian terapi terhadap dietary supplement dan herbal preparation tidak aman dikonsumsi. Setelah dilakukan penelitian zat-zat yang terkandung didalam herbal preparation dan dietary supplement dapat menimbulkan efek yang membahayakan seperti dapat terkena hipertensi, stroke, serangan jantung dan lain sebagainya.

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya obesitas adalah gaya hidup. Gaya hidup ini termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Dengan mengatur pola makan yang sehat dan aktivitas fisik yang baik seseorang dapat terhindar dari obesitas. Untuk lebih menyempurnakan pencegahannya dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter untuk mengetahui apakah seseorang memiliki potensi untuk obesitas sehingga dapat dengan cepat dicegah. Pencegahan pada obesitas dapat juga dengan melakukan penyuluhan resiko dari obesitas yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit lain dan bahkan kematian, sehingga dengan penyuluhan ini dapat memberi kesadaran untuk memulai hidup sehat.
WHO menyatakan bahwa kegemukan dan obesitas merupakan 1 dari 10 kelainan yang dapat dicegah yang berkaitan dengan berbagai macam penyakit atau kelainan degeneratif. Jadi sesungguhnya, kita dapat meminimalisasi efek negatif dari kelainan ini terhadap kesehatan, dengan memperbaiki pola makan dan meningkatkan aktifitas fisik.

Bagaimana cara mengobati kegemukan dan obesitas?
Prinsip terapi dari kegemukan dan obesitas adalah pengaturan pola makan (diet) yang sehat dan
meningkatkan aktifitas fisik. Untuk itu, sebaiknya bagi Anda yang mengalami masalah ini, segera
berkonsultasi kepada dokter, bahkan jika perlu seorang ahli gizi medik. Hal ini penting menentukan diet dan aktifitas fisik yang sesuai dan aman untuk Anda.
Hindarilah mencoba mengatur sendiri diet yang terlalu ketat, karena hal ini seringkali menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi. Upaya untuk mengkonsumsi obat-obatan pelangsing tubuh yang dijual secara bebas tidaklah selalu aman.
Untuk mengurangi faktor risiko kesehatan yang disebabkan oleh kegemukan dan obesitas, beberapa
metode sederhana ini mungkin bisa Anda coba:
1. Cobalah menggunakan tangga untuk mencapai ketinggian 2 lantai, dibandingkan menggunakan
elevator, kegiatan ini akan membakar kelebihan kalori pada tubuh Anda.
2. Gunakanlah sepeda untuk mengunjungi rumah sahabat atau kerabat yang hanya berjarak beberapa blok dari rumah Anda, daripada menggunakan mobil.
3. Jika tetap harus menggunakan mobil, cobalah memarkirnya beberapa meter dari tempat tujuan, agar Anda bisa sedikit berjalan.
4. Biasakan untuk berolahraga ringan selama 30 menit per sesi, dengan frekuensi 3 kali seminggu.
5. Cegahlah penggunaan remote kontrol saat menikmati acara televisi atau hiburan musik dari soundsystem kesayangan Anda. Sedikit gerak saat mengganti saluran televis akan lebih menyehatkan tubuh Anda.
6. Makanlah saat mulai merasa lapar, dan berhentilah makan sebelum kekenyangan. Hindari sikap berlebihan dalam mengkonsumsi makanan. Ingatlah, setiap kelebihan kalori akan disimpan dalam bentuk lemak tubuh, dan berpotensi menjadi sumber penyakit.
7. Jika Anda menginginkan makanan ringan pada waktu senggang, pilihlah buah-buahan untuk menggantikan makanan ringan siap saji. Biasanya makanan ini mengandung kalori dan tambahan lemak yang tinggi.
8. Hentikan kebiasaan mengudap makanan ringan saat menonton tayangan televisi, sebab Anda akan kesulitan mengontrol jumlah kalori yang masuk melalui makanan tersebut.

Dampak Kelebihan Nutrisi Terhadap Kesehatan Masyarakat
Gizi Lebih dan Obesitas Sebagai Sindroma Dunia Baru (‘New World Syndrome)
Jika gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi (meskipun tidak seluruhnya benar), maka gizi lebih dan obesitas dianggap sebagai sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-penyakit non infeksi (Non Communicable Diseases) yang sekarang ini banyak terjadi di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang. Fenomena ini sering diberi nama “New World Syndrome” atau Sindroma Dunia Baru (Gracey, 1995) dan ini telah menimbulkan beban sosial-ekonomi serta kesehatan masyarakat yang sangat besar
di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Tingginya angka obesitas, diabetes (NIDDM), hipertensi, dyslipidemia, dan penyakit-penyakit kardiovakuler disertai dengan tingginya prevalensi merokok dan penyalahgunaan obat sangat erat hubungannya dengan proses modernisasi/akulturasi dan meningkatnya kemakmuran bagi sekelompok masyarakat. Adalah Sindroma Dunia Baru yang bertanggungjawab terhadap tingginya morbiditas dan mortalitas
yang tidak proporsional di negara-negara yang baru saja mencapai kategori negara maju termasuk negara-negara Eropa Timur dan diantara kelompok etnis minoritas dan kelompok yang kurang beruntung di negara-negara maju.
Modernisasi dan kecenderungan pasar global yang mulai dirasakan di sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan kepada masyarakat beberapa kemajuan dalam standar kehidupan dan pelayanan yang tersedia. Akan tetapi, modernisasi juga telah membawa beberapa konsekuensi negatif yang secara langsung dan tidak langsung telah mengarahkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan pola makan dan aktivitas fisik yang berperanan penting terhadap
munculnya obesitas.

Besarnya Masalah Gizi Lebih
Obesitas sering didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam jaringan adiposa sedemikian sehingga mengganggu kesehatan (Garrow, 1988).
Saat ini terdapat bukti bahwa prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas meningkat sangat tajam di seluruh dunia yang mencapai tingkatan yang membahayakan.
Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti di negara-negara Eropa, USA, dan Australia telah mencapai tingkatan epidemi. Akan tetapi hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, di beberapa negara berkembang obesitas justru telah menjadi masalah kesehatan yang lebih serius. Sebagai contoh, 70% dan penduduk dewasa Polynesia di Samoa masuk kategori obes
(WHO, 1998).
Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia- Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% tergolong obes. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obes. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masingmasing
adalah 5,3% dan 9,8% (Inoue, 2000).
Obesitas tidak hanya ditemukan pada penduduk dewasa tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Penelitian yang dilakukan di Malaysia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan menjadi 13,8% pada kelompok umur 10 tahun (Ismail & Tan, 1998). Di Cina, kurang lebih 10% anak sekolah mengalami obes, sedangkan di Jepang prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun berkisar antara 5% s/d 11% (Ito &
Murata, 1999).
Bersamaan dengan meningkatnya obesitas, prevalensi diabetes tipe 2 juga meningkat sangat tajam dan peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut. Saat ini jumlah penduduk di wilayah Asia-Pasifik yang menderita diabetes tipe 2 diperkirakan mencapai 30 juta orang dan diperkirakan 120 juta dan penduduk dunia saat ini mengalami diabetes tipe 2. Pada tahun 2010 diperkirakan 210 juta penduduk dunia mengalami diabetes tipe 2, 130 juta diantaranya di kawasan Asia Pasifik (Amos et al., 1997).

Data tentang obesitas di Indonesia belum bisa menggambarkan prevalensi obesitas seluruh penduduk, akan tetapi data obesitas pada orang dewasa yang tinggal di ibukota propinsi seluruh Indonesia cukup untuk menjadi perhatian kita. Survei nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di ibukota seluruh propinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa (>=18 tahun) mengalami overweight (BMI 25-27) dan 6,8% mengalami obesitas, 10,5%
penduduk wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5% mengalami obesitas.
Pada kelompok umur 40-49 tahun overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki dan 30,4% dan 43% pada wanita (Depkes, 2003).
Sampai dengan saat ini belum ada data nasional tentang obesitas pada anak sekolah dan remaja. Akan tetapi beberapa survei yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota besar menujukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup tinggi.
Pada anak SD prevalensi obesitas mencapai 9,7% di Yogyakarta (Ismail, 1999) dan 15,8% di Denpasar (Padmiari & Hadi, 2002).
Survei obesitas yang dilakukan akhir-akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas (Hadi, 2004). Angka prevalensi obesitas diatas baik pada anak-anak maupun orang dewasa sudah merupakan warning bagi pemerintah dan masyarakat luas bahwa obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia
khususnya di kota-kota besar.

Konsekuensi Gizi Lebih
Obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua penyebab kematian. Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi mempunyai risiko kematian 2 kali lebih besar dibandingkan orang dengan berat badan rata-rata (Lew & Garfinkel, 1979). Kenaikan mortalitas diantara penderita obes merupakan akibat dari beberapa penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, penyakit kandung kemih, kanker gastrointestinal dan kanker yang sensitif terhadap perubahan hormon. Orang obes juga mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita beberapa masalah kesehatan seperti back pain, arthritis, infertilitas, dan fungsi psychososial yang menurun (WHO, 2000).
Pada anak-anak, obesitas dapat menyebabkan beberapa penyakit kronis meliputi gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, diabetes tipe 2 pada remaja, hipertensi, dyslipideinia, steatosis hepatic, gangguan gastrointestinal, dan obstruksi pernafasan pada waktu tidur. Lebih khusus lagi, obesitas pada remaja di kawasan Asia-Pasifik berhubungan dengan diabetes tipe 2 pada umur yang lebih muda (Mahoney et al., 1996).

Banyak studi yang menunjukkan adanya kecenderungan anak obes untuk tetap obes pada masa dewasa (Guo et al, 1994), yang dapat berakibat pada kenaikan risiko penyakit dan gangguan yang berhubungan dengan obesitas pada masa kehidupan berikutnya. Gangguan psychososial juga sering menjadi masalah bagi anak-anak obes dengan diketahuinya obesitas oleh mereka sendiri dan orang lain sebagai handicap yang serius.

Mengapa Obesitas Bisa Meledak Di Hampir Seluruh Dunia? Ketidak-seimbangan energi
Secara singkat dapat dikatakan bahwa obesitas merupakan akibat dari adanya ketidak-seimbangan antara asupan energi (energy intake) yang melebihi energi yang digunakan (energy expenditure).
Dalam keadaan normal, keseimbangan energi berubah-ubah dari makanan satu ke makanan yang lain, dari hari ke hari, minggu ke minggu tanpa ada perubahan kekal dalam cadangan tubuh atau berat badan. Beberapa mekanisme fisiologis berperan penting dalam diri individu untuk menyeimbangkan keseluruhan asupan energi dengan keseluruhan energi yang digunakan dan untuk menjaga berat badan stabil dalam jangka waktu yang cukup panjang. Obesitas hanya akan muncul apabila terjadi keseimbangan energi positif untuk periode waktu yang cukup
panjang (WHO, 2000).
Mekanisme fisiologis yang bertanggungjawab terhadap terjadinya obesitas tidak diketahui secara sempurna. Akan tetapi, sekarang terdapat bukti yang makin jelas tentang adanya beberapa mekanisme yang memberi sinyal dalam usus halus, jaringan adiposa dan otak, dan mungkin jaringan lain yang dapat memberikan gambaran tentang arus asupan zat gizi, distribusi dan metabolismenya, dan atau penyimpanannya. Keseluruhan mekanisme ini dikordinasikan dalam otak dan mengarahkan, pada perubahari pola makan, aktifitas fisik, dan metabolisme tubuh
sedemikian rupa sehingga cadangan energi dalam tubuh dapat dijaga. Penemuan akhir-akhir ini tentang adanya hormon leptin, yang disekresi oleh adipocyte dalam jumlah yang proporsional terhadap cadangan triglisenda dan mengikat diri dengan reseptor di hipothalamus memberikan gambaran yang menanik tentang sistem sinyal pengaturan yang mungkin (possible regulatoiy signal systems) yang berfungsi untuk memelihara keseimbangan energi. Akan tetapi masih banyak yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang sistem tersebut.
Pada masyarakat tradisional, dimana orang-orang cenderung melakukan aktivitas fisik dan dengan catatan bahwa kesediaan makanan tidak terbatas maka hanya sedikit orang yang mempunyai masalah gizi; baik kurang gizi ataupun kelebihan gizi. Diperkirakan bahwa tubuh manusia mempunyai pertahanan lebih kuat untuk melawan kurang gizi dan kehilangan berat badan dibandingkan pertahanan untuk melawan konsumsi yang berlebih dan kelebihan berat badan.


KEKURANGAN NUTRISI

Nutrisi serat adalah salah satu jenis nutrisi yang sangat penting dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kandungan nutrisi serat dapat kita temukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Tapi sayangnya banyak di antara kita yang enggan memakan buah dan sayur-sayuran dengan teratur, alhasil asupan nutrisi serat tidak terpenuhi dengan baik.
Tanda Kekurangan Asupan Nutrisi Serat
1. Gejala yang paling umum jika tubuh kekurangan asupan nutrisi serat yaitu mengalami sembelit. Sembelit sendiri dapat diartikan terjadi masalah pada pola dan proses buang air besar atau biasa disingkat dengan BAB. Jika kita BAB dengan pola tidak normal seperti dalam seminggu hanya tiga kali dan fesesnya cenderung kering dan keras, maka kemungkinan besar tubuh kita mengalami sembelit.
2. Pasti kita pernah mendengar bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi seperti buah dan sayur dapat menjaga tubuh kita langsing atau dengan kata lain makanan berserat dapat dijadikan sebagai alternatif makanan untuk diet, kenapa? Nutrisi serat sendiri dapat memberikan rasa kenyang yang cukup, sehingga akan menghindari kita untuk tergoda memakan makanan yang berlebihan dikarenakan masih terasa lapar walaupun sudah makan dengan porsi normal. Oleh karena itu dapat juga dikatakan salah satu tanda tubuh kurang serat adalah tubuh akan cenderung mengalami obesitas atau kenaikan berat badan.
3. Indikasi lainnya tubuh kekurangan asupan nutrisi serat adalah gula darah cenderung tidak stabil atau naik-turun dengan pola tidak normal. Oleh karena itu bagi orang yang memiliki penyakit diabetes, maka salah satu cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan cara memakan makanan yang kaya akan nutrisi serat seperti buncis, nasi merah, kacang polong dan sebagainya. Serat dapat membantu mengontrol kadar gula dikarenakan serat dapat dapat berfungsi menunda penyerapan gula.
4. Jika kita sedang melakukan diet atau dikarenakan kelelahan setelah menjalankan aktivitas seharian, kemudian mengalami mual, maka hal ini juga salah satu tanda tubuh kita kekurangan asupan nutrisi serat. Biasanya dalam diet akan lebih cenderung memakan makanan yang kaya protein dan rendah karbohidrat. Hal ini akan membuat tubuh lelah, mual dan kolestoral dapat naik jika dilakukan berlebihan. Nah sebaikanya segera mengkonsumsi makanan kaya serat untuk mengatasi masalah ini
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering ditemui pada balita penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan.
Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0 - 2 tahun dengan gambaran sbb: berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai dengan usianya, suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan kulitnya melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus kulit, tulang rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol, anak menjadi berwajah lonjong dan tampak lebih tua (old man face)), Otot-otot melemah, atropi, bentuk kulit berkeriput bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau susah buang air kecil. [1]


Kwashiorkor merupakan suatu istilah untuk menyebutkan gangguan gizi akibat kekurangan protein. Kwashiorkor berasal dari bahasa salah satu suku di Afrika yang berarti "kekurangan kasih sayang ibu". Tanda yang khas adalah adanya edema (bengkak) pada seluruh tubuh sehingga tampak gemuk, wajah anak membulat dan sembab (moon face) terutama pada bagian wajah, bengkak terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas seperti lubang, otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran LIngkar Lengan Atas LILA-nya kurang dari 14 cm, timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, tidak bernafsu makan atau kurang, rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit, sering disertai infeksi, anemia dan diare, anak menjadi rewel dan apatis perut yang membesar juga sering ditemukan akibat dari timbunan cairan pada rongga perut salah salah gejala kemungkinan menderita "busung lapar".
PENGERTIAN
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994)
Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah, 1995)
Etiologi
Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, penyakit hati.


Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.

Tidak ada komentar: